Manusia
adalah jasad dan ruh. Di dalamnya terdapat berbagai gharizah (instinct) secara
fitrah berupa keperluan-keperluan jasmani. Ta juga memiliki berbagai keinginan
(raghbah) dan naluri berupa kebutuhan-kebutuhan ruhani. Seandainya berbagai
keinginannya itu dibiarkan tanpa kendali, niscaya akan mengajak pada kekacauan
dan keributan serta membantu tersebarnya kerusakan di muka bumi, sebagai akibat
dan perbenturan antar berbagai keinginan, serta adanya persaingan umat manusia
dalam merealisasikannya.
Allah membedakan
manusia dan seluruh jenis hewan dengan akal, dan menyinarinya dengan fitrah,
serta menyempurnakannya dengan kenabian. Manusia secara nalurinya adalah
makhluk berbudaya. Kerana itu setiap individu, pandangan dan perasaannya
terhadap masyarakatnya/persekitarannya haruslah konstruktif, sebagaimana ia
mengambil maka ia harus memberi. Seperti halnya orang lain membantu apa yang
diperlukannya, maka ia pun harus prihatin dalam memenuhi hajat orang lain. Akan
tetapi sikap egois atau perbezaan pemahaman dan potensi beramal sering membuat
sebagian manusia menjauhi kebenaran; entah kerana malas, salah tindakan atau
kerana unsur penipuan, dan dia menempuh pelbagai tindakan bagi tujuan memenuhi
keinginan dan gharizahnya.
Berbagai kejahatan dirancang dalam kesunyian dan disiapkan dalam kegelapan jauh dari mata pengawas, dan jauh dari keadilan seandainya hal itu dilakukan di tengah-tengah manusia. Dan tidak mungkin boleh mengendalikan setiap aspek perlaksanaan/perlakuan ini kerana biasanya tidak tampak kepada masyarakat, dan tidak mungkin berupaya mengendalikan serta mengaturnya kecuali kekuatan dari dalam dan pengawasan yang sentiasa.
Berbagai kejahatan dirancang dalam kesunyian dan disiapkan dalam kegelapan jauh dari mata pengawas, dan jauh dari keadilan seandainya hal itu dilakukan di tengah-tengah manusia. Dan tidak mungkin boleh mengendalikan setiap aspek perlaksanaan/perlakuan ini kerana biasanya tidak tampak kepada masyarakat, dan tidak mungkin berupaya mengendalikan serta mengaturnya kecuali kekuatan dari dalam dan pengawasan yang sentiasa.
Perkataan iman yang berarti
'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran,
di antaranya dalam Surah
At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan
(mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang
beriman." Iman itu ditujukan kepada Allah , kitab kitab dan Rasul. Iman
itu ada dua Iman Hak dan Iman Batil.
Definisi Iman
berdasarkan hadist
merupakan tambatan hati yang
diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala
isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang
beriman adalah mereka yang didalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala
tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur
atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.
Para imam dan ulama telah mendefinisikan
istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali
bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang
benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman
kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan
mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan makna
iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan
hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."
Iman
memiliki pengaruh sangat besar dalam kehidupan seorang mukmin jika iman itu
benar maka akan memberikan pengaruh positif yang akan mendatangkan
keberuntungan dan kebahagiaan ,namun sebaliknya jika iman itu salah karena
bercampur dengan syirik maka akn memberikan pengaruh negative yang
menyengsarakan kehidupan dunia dan akhirat untuk lebih jelasnya dapat kita kaji
dari pendapat AL-MAUDUDI yang mengemukakan pengaruh iman dalam kehidupan
manusia antara lain:
1.
Manusia yang beriman tidak mungkin orang
yang berpandangan sempit dan berakal pendek ia percaya kepada Allah SWT sebagai
penguasa dan pemeliharan alam semesta dia tidak akan pernah merasa asing dengan
apapun yang ada didunia pandangannya menjadi luas wawasan intelektualnya
menjadi terbuka pendirianya bebas seperti kekuasaan AllahSWT.
2.
Keimanan ini mengangkat manusia kederjat
yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai manusia ,orang yang beriman percaya
hanya kepada Allah SWT yang maha kuasa dan tidak ada selainnya yang dapat
menguntungkan atau merugikan seseorang.
3.
Bersamaan dengan rasa harga diri yang
tinggi keimanan juga menalirkan ke dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan
kesahajaan ,ia menjadi orang yang tidak menyukai sifat pamir atau kepura puraan
, orang yang beriman tidak pernah angkuh ,kelebihan harta atau kekuasaan tidak
membuatnya sombong karena ia tahu semua itu berasal dari Allah ,setiap saat
Allah dapat mengambil apa yang penah di berikan-NYA kepada manusia.
4.
Keimanan membuat manusia menjadi suci
daan benar, ia yakn tidak ada jalan lain untuk mencapai kesuksesan dan
keselamatan kecuali dengan kesucian jiwa dan tingkah laku yang baik ,ia yakin
tuhan berada di atas segalanya yang ada ia mempuyai keyakinan kuat ,Allah SWT
adalah penguasa seluruh kekayaan yang ada di bumi dan di langit.
5.
Orang yang beriman mempunyai kemauan
kuat, kesabaran yang tinggi dan kepercayaan yang teguh kepada Allah dalam
segala hal tidak mempunyai hubngan khusus dengan siapapun atau apapun yang
menyebabkan rusaknya iman ,orang beriman meyakini bahwa tidak ada seorang pun
yang dapat ikut campur tangan terhadap kekuasaan Allah dalam kehidupan ,
keyakinan ini membuat orang beriman sadar bahwa jika ia berbuat dan bersikap
benar serta adil maka akan meraih kesuksesan .
6.
Orang yang beriman tidak bakal putus asa
atau patah hati dengan keadaan yang di hadapi ketika orang beriman memutuskan
untuk menjalankan perintah perintah-NYA maka ia yakin akan mendapat dukungan
dan pertolongan Allah keyakinan ini membuat orang beriman tetap kukuh dan
mantap dalam menjalani kehidupan.
7.
Keimanan menumbuhkan keberanian dalam
diri manusia dalam hubungan ini ada dua hal yang membuat manusia menjadi
pengecut (a) takut mati dan (b) pemikiran yang menyatakan bahwa ada orang lain
selain allah yang dapat mencabut nyawanya “keimanan kepada kalimat LAILAAHA
ILLA ALLAH menghapus kedua pemikiran di atas.
8.
Orang-orang beriman selalu menghindari
cara-cara yang rendah dalam mencapai tujuan nya mereka percaya bahwa
kesejahteraan manusia berada di
9.
tangan Allah SWT, dan Allah
memberikannya kepada manusia dengan kehendaknya ,tugas manusia hanya berusaha
keras untuk mendapatkannya dengan cara yang benar ,mereka mengetahui tercapai
tidaknya tuuan manusia dalam hidup ini tergantung kepada kehendak Allah
SWTsemata.
10. Pengaruh
keimanan membuat manusia menjadi taat dan ptuh kepada hokum hukum Allah ,
seseorang yang beriman yakin bahwa Allah mengetahui segalanya baik yang
nyata maupun yang tersembunyi dari pandangan manusia ,manusia dapat
menyenbunyikan sesuatu kepada orang lain , tetapi tidak dapat menyembunyikannya
di hadapan Allah SWT.
Demikian
beberapa dampak keimanan dalam kehidupan manusia sehari hari karena alasan
inilah, keimanan ini menjadi aspek yang pertama dan terpenting untuk menjadi
seorang muslim sejati ,
Kepatuhan
kepada Allah SWT tidak mungkin tumbuh dalam diri seseorang jika ia tidak
mempunyai keyakinan dan keimanan terhadap kalimat tauhid tersebut, atau dengan
kata lain , tidak ada yang berhak di sembah kecuali Allah SWT.
Di
samping keimanan seperti yang di kemukakan di atas memberikan dampak positif
terhadap kehidupan seorang muslim itu sendiri, ia juga dapat memberikan
kenikmatan bagi orang lain dan lingkungan nya ,seperti firmanNYA dalam surah
Ibrahim[14]:24-27 ]
Artinya:
Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik ,akarnya kuat dan cabangnya (menjulang)ke
langit (24)(pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seiring
tuhannya ,dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu
ingat (25)dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk ,ang telah
di cabut akar akarnya dr permukaan bumi :tidak dapt (tegak) sedikitpun
(26)Allah meneguhkan iman orang -orang yang beriman dengan ucapan yang teguh
(dalam kehidupan) didunia dan diakhirat : dan Allah menyesatkan orang- orang
yang zalim dan Allah berbuat apa yang dia hendaki(27) (Q.S.Ibrahim [14]:24-27)
Pada
ayat ini secara metafora (perbandingan) Allah mengumpamakan kalimat tayyibah
(ucapan yang baik) itu laksana sepohon kayu yang besar dan kuat , jadi kondisi
dan fungsi orang-orang yang beriman menurut ayat tersebut adalah laksana pohon
yang besar yang mempunyai tiga cirri khas:
1.
Dia berdiri teguh dan kuat dalam
kehidupan dan mempunyai pendirian ,tidah mudah goyah dan di goncang ,tidak
mudah di pengaruhi.
2.
Dia mempersembahkan buahnya kepada
manusia untuk di nikmati dan di makan .
3.
Dia menjadikan dirinya tempat bernaung
,memberikan perlindungan kepada sesame manusia ,membela orang yang teraniaya
dan lain sebagainya.
Dan
hal itu tidak lain adalah agama dan cahaya iman yang menjadikan setiap individu
merasa bahwa Allah Yang Maha-Tahu sentiasa mengawasi gerak-geriknya. Dia merasa
bahwa Allah yang tampak bagi-Nya seluruh apa yang ada di langit dan di bumi
akan membalas semua orang atas amal-amalnya. Maka datanglah ajaran samawi untuk
membimbing manusia menuju kebahagiaan dengan sangat memperhatikan ruh dan jasad
secara seimbang. Ia menggariskan suatu jalan yang harus dilalui untuk
mewujudkan keinginan dan gharizahnya. Maka Islam mengharamkan pembunuhan dan
kerahiban. (Karena mengekang naluri dan keinginan manusia (pent.)) Ia
memerintahkan untuk menikmati rezeki yang halal lagi baik, serta mengharamkan
khaba’its (yang kotor dan menjijikkan). Ia memerintahkan untuk beribadah
kepada-Nya dengan memurnikan keikhlasan untuk-Nya dan melarang kekufuran,
kefasikan serta kemaksiatan dalam banyak ayat al-Quran.
Nabi
Muhammad berlepas diri dari orang-orang yang ingin menambah-nambah dalam
beribadah, melebihi apa yang dibawa oleh baginda Rasul s.a.w., tanpa
mengendahkan hak-hak tubuh mereka. Anas bin Malik r.a. menceritakan bahawa ada
tiga orang laki-laki datang ke rumah para istri Nabi untuk menanyakan ibadah
Rasulullah s.a.w.. Maka tatkala mereka diberitahu tentang ibadah beliau, mereka
menganggapnya sedikit (tidak seberapa/biasa-biasa saja) dan mengatakan, “Apalah
kita, kalau dibandingkan dengan Nabi beliau telah diampuni dosanya yang telah
lalu dan yang kemudian?!” Salah seorang dari mereka berkata, “Kalau saya, maka
akan solat malam selamanya.
”
Yang lain mengatakan, “Saya akan puasa dari (sepanjang tahun) selamanya, tidak
berbuka.” Yang lain lagi berkata, “Saya akan menjauhi wanita, tidak akan
menikah selamanya.” Kemudian Rasulullah s.a.w., datang dan bersabda, “Kalian
yang mengatakan begini dan begitu?! Ingatlah, demi Allah, aku ini orang yang
paling takut kepada Allah di antara kalian dan yang paling takwa, tetapi
(sekalipun demikian) aku puasa dan juga berbuka, aku solat dan tidur, dan aku
mengahwini wanita. Maka siapa yang tidak menyukai sunnahku (syari’atku) dia
bukan termasuk golonganku.” (Hadis Riwayat al-Bukhari 7/2 bab Nikah, lihat
Muslim 11/1020). Jadi Islam itu bagaikan bangunan yang kekal, kukuh, kuat dan
sempurna. Di dalamnya terdapat segala macam sebab kehidupan yang ideal, dan
segala sarana kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan di dunia dan berhujung
dengan kebahagiaan di akhirat yang lebih sempurna dan lebih tinggi, yang mana
kebahagiaan tersebut bukan balasan sepadan seperti harga dan barang, kerana
yang terbatas dan dangkal tidaklah menjadi harga bagi sesuatu yang langgeng dan
yang tak terbatas. Akan tetapi ia adalah kurnia/anugerah dari Allah dan
rahmat-Nya bagi siapa saja yang benar imannya kepada Allah, malaikat-Nya, para
rasul-Nya, Hari Kiamat, Hari Akhir, dan takdir-Nya, yang baik mahupun yang
buruk.
Mengerjakan
setiap rukun dari rukun-rukun ini memberikan buah dan hasil yang banyak.
Pertama bagi peribadi si pelaku dan kedua bagi jamaah (masyarakat), dengan
syarat mengaitkan setiap rukun dengan yang lain. Kerana mendustakan salah
satunya bererti mendustakan seluruhnya. Manusia diciptakan untuk diuji. Allah
berfirman,“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setitis mani yang bercampur
yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), kerana itu Kami
jadikan dia mendengar dan melihat.” (Al-Insan: 2)
Dan
Allah telah melengkapinya dengan bekal yang memang diperlukan untuk setiap
ujian yang diberikan. Maka Allah menjadikannya berakal, mendengar, melihat,
berupaya bergerak, juga meletakkan padanya keinginan, kemahuan, dan semangat
jasmani mahupun rohani. Allah telah mengutus para rasul bagi tujuan menjelaskan
jalan yang lurus yang harus dilalui agar dapat mencapai hidup bahagia di dunia
dan dapat menghantarkan kepada kenikmatan abadi di akhirat. Para rasul tersebut
juga memperingatkan dari jalan-jalan yang menghantarkan kepada seksa neraka.
Allah berfirman menjelaskan hal tersebut,
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah
Maha Pernberi rezeki Yang mempunyai kekuatan lagi Sangat kukuh.” (Adz-Dzariyat:
56-58).
Keluar
dari ibadah adalah keluar dari jalan yang lurus. Ibadah yang sebenarnya adalah
ibadah yang memenuhi syarat ikhlas
dan ittiba’ (mengikuti Nabi s.a.w.). Ikhlas dalam
niatnya (kerana Allah) dan ittiba’ dengan konsisten mengikuti ajaran-ajaran
samawi berdasarkan firman Allah s.w.t.,
“...agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya...” (Hud: 7)
“...agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya...” (Hud: 7)
Ujian
adalah percubaan untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya dengan
mengikuti perintah setepat-tepatnya dan dengan menjauhi larangan
sejauh-jauhnya.
Berdasarkan
huraian ini maka beriman kepada semua rukun adalah merupakan satu kesatuan yang
tak terpisahkan, sebahagiannya terkait dengan sebagian yang lain. Pengaruh
masing-masing rukun iman adalah bererti pengaruh rukun iman yang lain. Kerana
itu, dalam realisasinya, satu rukun dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Begitu pula pengaruhnya kepada pribadi dan jamaah, tidak dapat dipisahkan.
Sebab individu adalah batu pertama bagi terbentuknya bangunan masyarakat.
Ajaran-ajaran samawi ditujukan untuk per-orangan, kerana kebaikan mereka adalah
kebaikan jamaah. Adapun buah iman, di antaranya adalah:
a. Sesungguhnya iman kepada Allah itu adalah kehidupan hati, memasak (sebagai asas) kekuatan kepadanya untuk menaiki tangga kesempurnaan. Ia adalah pendorong bagi jiwa agar menghiasi diri dengan budi pekerti yang baik, jauh dari kehidupan dan hal-hal yang tidak berguna. Sebagaimana Allah berfirman,
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Karni berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah rnasyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122)
a. Sesungguhnya iman kepada Allah itu adalah kehidupan hati, memasak (sebagai asas) kekuatan kepadanya untuk menaiki tangga kesempurnaan. Ia adalah pendorong bagi jiwa agar menghiasi diri dengan budi pekerti yang baik, jauh dari kehidupan dan hal-hal yang tidak berguna. Sebagaimana Allah berfirman,
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Karni berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah rnasyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122)
b.
Iman itu adalah sumber ketenangan dan kedamaian bagi setiap orang, kerana ia
sejalan dengan fitrah dan seiring dengan tabiatnya. Ia adalah sumber
kebahagiaan bagi masyarakat, kerana ia mengukuhkan ikatan-ikatan masyarakat,
merapatkan tali kekeluargaan dan membersihkan perasaan-perasaan, dan dengan itu
semua masyarakat meningkat menggapai kemuliaan (fadhilah). Dan fadhilah itu
adalah nikmat kerelaan (redha) dalam segala hal, dalam kondisi lapang atau
sempit, mudah atau sulit serta manis atau pahit, kerana beriman kepada qadha’ Allah
dan hikmah-Nya. Sebagaimana firman Allah,
“Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,sedang
kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Imam Muslim dengan sanadnya dan Shuhaib meriwayatkan, Rasulullah s.a.w., bersabda,
“Sungguh menghairankan urusan orang mukmin itu. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Tidaklah hal itu berlaku bagi seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika ia mendapat nikmat ia bersyukur maka menjadi baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah ia bersabar, maka menjadi baik untuknya.” (Hadis Riwayat 4/2295, Ahmad 4/332-333, 6/15-16)
Maka orang mukmin yang menjiwai dan merasakan seperti ini akan tenang hatinya, selesa badan dan jiwanya. Kehidupannya penuh dengan kebahagiaan, dinaungi oleh perasaan redha dan damai, serta merasa tenang atas rahmat Allah dan keadilan-Nya, kerana Dia adalah tumpuan harapannya, benteng perlindungannya, permata hatinnya dan kenyamanan imannya.
c. Sucinya hati dan kejernihan jiwa. Membawa maksud, iman itu menyucikan jiwa dari persangkaan-persangkaan, khurafat dan takhayul. Dengan begitu ia akan jernih dan bersih sesuai fitrahnya, keadaannya akan meningkat dengan karamah yang ada padanya. Maka setiap rasa tunduk dan khusyu’ di dalamnya untuk menyatukan arah kepada Penciptanya, Yang memiliki kurnia atas dirinya dan atas seluruh makhluk, serta menjamin kepentingan mereka semua. Bilamana ia merasakan pada dirinya keutuhan penciptaan dan tenjaminnya rezeki maka sirnalah (lenyaplah) ikatan-ikatan takhayul, takut dan harapannya dari makhluk lain, baik para pembesar manusia mahupun bayangan menakutkan yang diciptakan oleh daya khayal yang disangka ada pada benda-benda langit (planet dan binatang), pepohonan, bebatuan dan sejenisnya, atau kuburan dari ahli kubur yang dikeramatkan. Maka dengan iman itu ia akan bergantung kepada Allah, Tuhan Yang Maha haq, dan akan berpaling dari yang selain-Nya. Maka bersatulah manusia dalam ketergantungan (ta’alluq) dan tujuan (hadaf), serta hilanglah dorongan-dorongan untuk bersaing dan berselisih.
Imam Muslim dengan sanadnya dan Shuhaib meriwayatkan, Rasulullah s.a.w., bersabda,
“Sungguh menghairankan urusan orang mukmin itu. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Tidaklah hal itu berlaku bagi seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika ia mendapat nikmat ia bersyukur maka menjadi baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah ia bersabar, maka menjadi baik untuknya.” (Hadis Riwayat 4/2295, Ahmad 4/332-333, 6/15-16)
Maka orang mukmin yang menjiwai dan merasakan seperti ini akan tenang hatinya, selesa badan dan jiwanya. Kehidupannya penuh dengan kebahagiaan, dinaungi oleh perasaan redha dan damai, serta merasa tenang atas rahmat Allah dan keadilan-Nya, kerana Dia adalah tumpuan harapannya, benteng perlindungannya, permata hatinnya dan kenyamanan imannya.
c. Sucinya hati dan kejernihan jiwa. Membawa maksud, iman itu menyucikan jiwa dari persangkaan-persangkaan, khurafat dan takhayul. Dengan begitu ia akan jernih dan bersih sesuai fitrahnya, keadaannya akan meningkat dengan karamah yang ada padanya. Maka setiap rasa tunduk dan khusyu’ di dalamnya untuk menyatukan arah kepada Penciptanya, Yang memiliki kurnia atas dirinya dan atas seluruh makhluk, serta menjamin kepentingan mereka semua. Bilamana ia merasakan pada dirinya keutuhan penciptaan dan tenjaminnya rezeki maka sirnalah (lenyaplah) ikatan-ikatan takhayul, takut dan harapannya dari makhluk lain, baik para pembesar manusia mahupun bayangan menakutkan yang diciptakan oleh daya khayal yang disangka ada pada benda-benda langit (planet dan binatang), pepohonan, bebatuan dan sejenisnya, atau kuburan dari ahli kubur yang dikeramatkan. Maka dengan iman itu ia akan bergantung kepada Allah, Tuhan Yang Maha haq, dan akan berpaling dari yang selain-Nya. Maka bersatulah manusia dalam ketergantungan (ta’alluq) dan tujuan (hadaf), serta hilanglah dorongan-dorongan untuk bersaing dan berselisih.
d.
Menampakkan kemuliaan (izzah) dan kekebalan (mana’ah). Orang yang beriman
percaya bahwa dunia adalah mazra’atul akhirah (ladang untuk akhirat), seperti
dalam firman Allah, “Dan dirikanlah solat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa
yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu
kerjakan.” (Al-Baqarah: 110)
“Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, nescaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun,
nescaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8)
Dan
ia mengimani bahwa apa yang ditakdirkan luput darinya, tidak akan mengenainya,
dan apa yang ditakdirkan menimpanya pasti mengenainya. Dengan itu, terhapuslah
dari dalam hatinya terhadap perihal kekhuwatiran dari segala macam rasa takut.
Maka dia tidak akan rela kehinaan dan kerendahan untuk dirinya, ia tidak akan
tinggal diam atas kekalahan dan penindasan.
Dari
sini kita mengetahui dengan jelas bagaimana tugas-tugas berat dan agung mampu
ditempuh melalui tangan
Rasulullah dan juga tangan-tangan para sahabatnya.
Sesungguhnya kekuatan bumi semuanya tidak mampu menghadang di depan orang yang
hatinya dipenuhi oleh pancaran iman, amalnya didasarkan pada pengawasan Allah
dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan akhirnya. Kita juga memahami
bagaimana para rasul dan para nabi di mana mereka sendirian menghadapi kaum dan
umatnya yang bersatu, mereka tidak mempedulikan jumlah manusia dan kekuatannya.
Dalam Sejarah Nabi Ibrahim dan Hud terdapat sikap yang dapat menjelaskan dan
menampakkan kekuatan iman yang sebenarnya.
e.
Berhias dengan akhlak mulia. Sesungguhnya iman seseorang kepada suatu kehidupan
sesudah kehidupan duniawi ini dan di sana akan dibalas segala perbuatan akan
membuat dia merasa bahawa hidupnya mempunyai tujuan dan makna yang tinggi;
suatu perkara yang dapat mendorongnya untuk berbuat baik, berbudi luhur dan
berhias dengan keutamaan, menjauhi kejahatan dan melepas pakaian kehinaan.
Dengan begini akan terwujudlah peribadi yang utama dan masyarakat yang mulia serta
negara yang makmur.
f.
Bersemangat, giat serta rajin bekerja. Sesungguhnya orang yang beriman kepada
qadha’ Allah dan qadar-Nya, mengetahui kaitan antara sebab dan akibat, mengerti
nilai amal, kedudukan dan keutamaannya, ia akan mengetahui bahawa di antara
taufik Allah bagi manusia adalah petunjuk-Nya untuk mengupayakan sebab-sebab
yang dapat menghantarkan kepada tujuan. Dan dia tidak akan berputus-asa apabila
ada sesuatu yang tidak dia capai, sebagaimana dia tidak akan lupa diri dan
sombong apabila berhasil meraih keuntungan dunia, sebagai wujud dan iman kepada
firman Allah s.w.t.,
“Tiada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan din.” (Al-Hadid: 22-23)
No comments:
Post a Comment